Bisnis.com, JAKARTA – Chief Economist Bank Syariah Indonesia Banjaran Surya Indrastomo memperkirakan tren surplus neraca perdagangan akan berlanjut pada Juni 2024.
Namun demikian, surplus pada Juni 2024 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya, menjadi sebesar US$2,22 miliar hingga US$2,55 miliar.
Pada Mei 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$2,93 miliar, lebih tinggi dari capaian pada April 2024 sebesar US$2,72 miliar.
“Penurunan pada Juni 2024 didorong oleh penurunan ekspor yang lebih dalam dibandingkan penurunan impornya,” katan Banjaran kepada Bisnis, Sabtu (13/7/2024).
Banjaran memperkirakan, nilai ekspor Indonesia akan turun dari US$22,33 miliar pada Mei 2024 menjadi sekitar US$21,14 miliar hingga US$21,30 miliar pada Juni 2024. Kondisi tersebut terjadi seiring dengann penurunan harga komoditas.
“Penurunan ekspor juga terindikasi dari turunnya impor China dan Amerika Serikat selaku negara partner dagang utama Indonesia,” jelasnya.
Baca Juga
Sementara itu, Banjaran memperkirakan nilai impor turun dari US$19,4 miliar menjadi ke kisaran US$18,75 miliar hingga US$18,91 miliar.
Dia menjelaskan, penurunan impor domestik terindikasi dari PMI manufaktur Indonesia yang melemah, serta Indeks Kepercayaan Konsumen yang turun pada Juni 2024.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, memperkirakan surplus neraca perdagangan berpotensi turun pada Juni 2024.
“Untuk Juni 2024, diperkirakan surplus neraca perdagangan di kisaran US$1 miliar hingga US$2 miliar,” katanya.
Faisal menjelaskan, surplus yang menyempit tersebut disebabkan oleh kontraksi ekspor yang diperkirakan lebih dalam pada Juni 2024 dibandingkan dengan impor.
“Ekspor kita masih mengalami kontraksi pertumbuhan secara tahunan. Impor juga demikian, tapi penurunan impor tidak sedalam ekspornya, sehingga kecenderungan surplus semakin tipis,” ujarnya.